Kamis, 27 Maret 2014

*CRAZY* Part 4

Okeee nexttt lagiiiiiiiiiii, gk alama kan??? hihihihihi
Happy Reading..

Cast :
- Gigi Chibi
- Bisma Smash
- Member Chibi & Smash
- Other

aku tak menjawab karena terlalu malu dan gugup untuk menjawab. jadi aku mengangguk saja.

"kalau membersihkan itu seperti ini!" kata Bisma sambil meraih wajahku dengan kedua tangannya dan mencium bibirku. kepalaku kosong seketika. aku sudah tak dapat berpikir apa2 lagi pada saat itu.

Skip

Hari ini aku tak bisa kemana2 setelah pulang sekolah, bahkan untuk bertemu Bisma sekalipun tak Bisa. Semua perhatian di kantin tertuju padaku, padahal aku hanya ingin membeli sedikit makanan, tapi perhatian lebih ditujukan untukku, ya, tak lain ini karena 2 monster ini selalu mengikutiku. Tak kusangka Mama se protektif ini, menyewa 2 bodyguard hanya untuk menguntitku. Berasa jadi anak presiden! Bahkan anak presiden saja tak seketat ini. Mereka mengikutiku kemana saja aku pergi, termasuk ke toilet. Untung saja aku berhasil menonjoknya saat aku akan masuk ke toilet. Steffy jadi menghindar dariku hari ini karena takut dengan 2 curut ini. Bahkan aku sengaja mengerjai guruku supaya mendapat hukuman yg ternyata berlari 5 mengelilingi lapangan pun, mereka tak kunjung lelah. Badan nya terbuat dari apa sih, sampai tak kewalahan mengikutiku sejak tadi. Okey, terpaksa aku pasrah membiarkan mereka mengikutiku seharian ini. Kenapa mereka tak disewa saat aku mendapat hukuman membersihkan toilet saja? Kalau begitu kan aku bisa menyuruh mereka membersihkan toilet bau itu! Huft.. hari ini aku pulang di jemput Mama, padahal aku sudah bilang aku ingin naik sepeda saja, tapi Mama tetap saja ngotot dan hasilnya, aku harus di jemput tepat saat pulang sekolah, tentu saja dengan 2 orang ini. Aku masuk mobil dengan raut wajah yg tak enak, kesal, marah, dan risih karena 2 bodyguard ini..

“Gigi, kenapa muka nya kusut gitu sih? mama ga mau ya, kalo sampai keluarga temen Mama jadi illfeel ngeliat muka kamu yg jutek itu” ujar Mama

“ih apaan sih, Mah! Biarin aja, kalo bisa sih mereka benci sama Gigi supaya ga jadi di jodo...hin” ujarku sambil menatap 2 bodyguard yg duduk di sebelahku. Sebenarnya aku malu oleh 2 bodyguard ini menyebut kata “di jodohin” aku sedikit mengaret saat menyebut kata itu. Mama diam tanpa sepatah katapun yg keluar dari mulutnya, ia masih fokus menyetir mobil. Kenapa sih, dia tidak menyuruh Pak sopir untuk menjemputku? Kalau begitukan aku tidak harus berdebat dengan nya!

“nah, sudah sampai” ujar Mama tiba2. Aku sedikit asing dengan tempat ini. Katanya mau pulang? Tapi.. tunggu! “Salon Mawarsari”
“Hah? Salon? Kok ke salon sih, Mah?!!” ujarku membaca spanduk
besar yg ada di depan salon itu

“udah, kamu diem aja! nurut sama Mama” ujar Mama

“ya udah, Gigi tunggu di mobil aja” kataku kesal

“kok di mobil sih? justru kamu yg mau Mama permak!!” ujar Mama

“Hah???” Pekikku

#‎Salon
“huaaaaaaaaaaaa............ nggakkk.......Gigi ga mauuu...!!!!!!!!” pekikku. Aku diseret oleh 2 bodyguard untuk memasuki salon itu. Aku membayangkan nya saja sudah bergidik ngeri.

“kyaaaaaaa...... nggak mau!!! Rambut gue nanti malah jadi sarang burung lagi!! Nggak!!!” protesku yg masih memekik

“seret dia” ujar Mama santai. Ish.. ibu macam apa dia, tega melihat anaknya di seret2 oleh monster jahat ini!!

“urusi dia” ujar Mama kepada pelayan salon itu sambil melirikku

“baik, Bu” jawab pelayan itu. Huft, sial!! Aku berhasil di tarik masuk. Aku lalu duduk di depan kaca besar yg dipepan nya terdapat alat make up lengkap dan alat2 untuk rambut yg sama sekali aku tak mengenali benda2 itu. Aku mulai di poles menggunakan kuas.

“Eh..eh.. lo ga punya buku gambar yah? Kalo mau ngelukis, jangan di muka gue!!” ujarku. Sial!! Pelaan itu hanya diam dan terkekeh mendengar ucapanku. Apa orang tua nya tak mengajari nya sopan santun. Bahkan untuk sekedar menjawab pertanyaan orang, bukan malah menertawakan nya. Sepertinya sudah selesai. Hmm.. tak seburuk yg ku kira, tak berlebihan.

“udah kan? Okey gue pergi” ujarku sambil berdiri

“eh, sebentar, mbak. Belum selesain” ujar pelayan itu mendudukkan ku lagi

“hah?” ujarku bingung. Oh, ternyata dia juga mau mem permak rambutku. Entah diapakan rambutku. Dia menjepit rambut bagian kananku dan meyilakan nya di belakang telingaku. Sebelah kirinya dibiarkan terurai dengan poniku yg sudah memanjang. Hmm.. simple juga, tapi aku akui aku suka yg ini. Dan yg terakhir...

“Eh.. lo mau bunuh gue ya??!! Obat nyamuk lo semprotin ke rambut gue!!” pekikku melihat pelayan itu akan menyemprotkan sebuah botol yg kurasa itu obat nyamuk. Eh, emang ada ya, obat nyamuk bermerek “Hair Spray”?

“ini bukan obat nyamuk, mbak. Ini hair spray, supaya rambutnya ga berantakan kalo banyak gerak” jelasnya

“oh” aku hanya bisa ber oh oh ria

“nah.. sudah selesai” ujar Pelayan tersebut

“aa.. terima kasih Tuhan.. engkau telah membebaskanku dari ritual yg menyiksa ini” haha.. ujarku berdiri

“sudah selesai?” tanya Mama. Aku hanya mengangguk cepat

“nah.. ginikan cantik, ga kaya bebek buluk. Nih, pake itu” ujar
Mama memberikan gaun yg pernah ia berikan kepadaku

“sekarang?” tanyaku

“iya dong, Gi. masa iya kemaren!!” ujar Mama

“oh, ruang pas sebelah sana ibu” ujar pelayan salon tersebut menunjukkan ruang ganti di sebelah pojok seberang ruangan. Aku berjalan menuju ruang ganti tersebut. Mama mengikutiku dari belakang dan menunggu di depan ruang ganti. Aku masuk dan mencoba gaun itu. Aku keluar dengan ekspresi jengkel serta menarik-narik gaun itu kebawah tanda aku sama sekali tak nyaman menggunakan nya.

“Gigi.. kenapa ga dari dulu kamu kaya gini!!” ujar Mama yg seperti nya terpana dengan penampilanku yg sekarang. Aku heran, mengapa setiap perempuan betah berlama2 memakai gaun seperti ini, belum lagi sepetu berhak yg tinggi nya 5 meter ini, okeh ini lebay. Gaun yg kukenakan saat ini, berwarna biru tua dengan potongan diatas lutut dengan permata2 indah di ujung bawah gaun, serta berlengan separo. Aku heran, apa kah baju ini sengaja di jual dengan model seperti ini, atau memang belum jadi? Lupakan. Dan sepatu hak tinggi dengan warna serupa dengan gaunku. Jujur, sepatu ini membuatku tersiksa!! Sudah lebih dari 15 kali aku hampir terpleset gara2 sepatu ini. Belum lagi tumitku yg sakit, karena belum terbiasa memakai sepatu seperti ini. Aku, mama, dan diikuti 2 body guard yg tak pernah jenuh mengikutiku sedari tadi, masuk ke mobil. Mama merapikan dandanan nya. Aku sebenarnya tak tau kita akan makan malam di rumah, atau keluar. Dengan dandanan ku seperti ini, rasanya tak mungkin hanya makan malam dirumah. Sudah berdandan susah payah, tapi hanya untuk makan malam dirumah,rasanya tak sebanding dengan pengorbananku teriak2 saat akan di permaks di salon tadi.
Ternyata kita akan malam di sebuah rumah yg kurasa itu adalah rumah pria yg akan dijodohkan denganku. Aku turun dari mobil dengan pendaratan yg sama sekali tak mulus. Higheels keparat ini selalu menyusahkanku berjalan. Bahkan, untuk berdiri saja butuh tenaga ekstra. Hampir saja aku jatuh dibuatnya. Aku menyingsingkan gaunku, berharap ada sedikit ruang utnukku bergerak. Hhh.. aku menghela nafas panjang. Mama mengisyaratkan 2 body guard ini untuk tinggal di mobil

“Gi, ayo masuk. Kita sudah di tunggu” ucap Mama lalu berjalan. Aku mengikutinya dari belakang

“tapi, Mah. Sepatu nya. Gigi ga bisa jalan” ujarku yg berhasil menghentikan langkah nya

“aduh, Gi!! ya udah sini, Mama gandeng” kata Mama sambil berjalan ke arahku dan menggenggam tanganku. Baru kali ini dia melakukan nya. Tapi aku tau, ini bukan karena dia kasihan padaku, pasti ini semua karena ia tak mau aku mempermalukan nya di depan keluarga itu. Aku berjalan menuju rumah nya. Di depan, sudah di sambut oleh seorang pria dan wanita yg seumuran dengan Mama, dan seorang pria yg sebaya denganku. Aku tak bisa melihat dengan jelas. Agak gelap rupanya, hanya di terangi oleh lampu lampu taman yg berwarna orange. Aku semakin mendekat dan sepertinya aku mengenali pria yg sebaya denganku itu. Ya, aku kenal betul dengan nya. Aku memfokuskan mataku. Tuhan!!! Itu, dia, dia Reza!!! Oh ya, kemarin, dia bilang jika hari ini dia ada acara dengan teman Mama nya. Dan teman Mama nya itu adalah Mama ku. Dan berarti, dia, dia yg akan dijodohkan denganku! Hhh... lututku mendadak lemas. Aku berhenti sejenak

“Gi!!” bentak Mama dengan volume super kecil

“hah?” aku lalu berjalan kembali mengikuti langkah Mama. Sepertinya Reza juga agak terkejut, tapi dia memandangiku seakan dia baru saja melihatku. Kami pun masuk, sepertinya aku tak akan menikmati makan malam ini. Makan malam ini hanya diisi dengan canda Mama dan Orangtua Reza saja, sedangkan aku dan Reza hanya diam dan sesekali pandangan kami bertabrakan. Belum lagi kakiku yg sudai mulai pegal.

“jadi, lo anak nya Tante Mary?” ujar Reza mencairkan suasana

“hah? He em” ujarku mengangguk

“jadi, kita dijodohin?” tanya Reza

“kata nya sih gitu. Tapi jangan harap gue mau!!” ujarku tajam

“siapa juga yg mau dijodohin sama lo??!! Cewek sarap, brutal, judes kek lo mah bukan tipe gue” balas Reza

“bagus deh. Aha, gue ada ide supaya kita ga jadi di jodohin” ujarku dengan bohlam lampu di atas kepalaku

“hah? Gimana gimana?” tanya Reza antusias

“gue punya kakak. Namanya Cherly, lo pura2 pacaran deh sama dia, biar kita sama2 punya pacar dan ga jadi dijodohin” ujarku

“hah? Harus yah?” ujar Reza nampak ragu2
“ya iya lah. kalo nggak, gimana nasib gue sama Bisma??!!” ujarku ketus

“ iya udah deh, besok gampang!” kata Reza. Tak terasa, makan malam yg cukup memuakkan ini telah berakhir. Oh.. terima kasih Tuhan!! Kau telah membebaskanku dari siksa gaun dan sepatu psikopat ini!! Setelah aku keluar dari rumah itu, dan keluarganya kembali masuk kerumah. Aku segera melepas sepatu berhak 5 meter ini! Huft..

“Gigi!!” pekik Mama

“aduh Mah!! Lagian makan malamnya juga udah selesai, mereka juga nggak liat kan??!” protesku

“seenggaknya nunggu sampe mobil kek. Dasar anak brutal” umpat nya

“Isshhh....” desahku
kami memasuki mobil. Aku bertemu lagi dengan 2 body guard ini. Rasanya, wajahnya memelas sekali, mungkin dia lelah*eh. Setelah sampai rumah, aku segera ganti baju, gaun itu ku buang jauh2 dari pandanganku. Gaun itu akan membunuhku!! Hhhhh..aku membersihkan make up yg masih menempel di wajahku. aku segera tidur dan mengakhiri hari yg melelahkan ini

skip

pulang sekolah

“Za, rumah gue ya” ujarku

“hah? Ngapain?” tanya Reza

“kan kemaren gue udh bilang, lo mau gue kenalin sama kakak gue” jelasku

“hah? Jadi semalem beneran?” kata Reza

"lo pikir gue boong? Udh ikut aja. lo ga mau kan di jodohin sama gue?” tanyaku meyakinkan

“ya nggak lah!!” pekiknya

“ya udah, ikut aja!” bujukku sekali lagi

“i..iya udah deh” jawab Reza pasrah

~~~~~###~~~~~

“mm.. lo nggak bawain sesuatu gitu buat kakak gue?” tanyaku

“hah? Maksudnya?” ujarnya bingung

‘ya.. apa kek, masa ke sana Cuma bawa badan doang?” ujarku

“iya juga sih.. kakak lo suka apa?” tanya Reza

“buah.. ya, dia suka buah. Biasanya sih jeruk” ujarku

“oke, lo tunggu di sini, gue beli jeruk dulu” ujar Reza dan pergi. Perlahan badan nya hilang dari pandangan ku.

“Hey!!” terdengar suara pekikan dari belakang ku di sertai sebuah tangan yang menyentuh bahuku

“hhuua!!!” ujarku memekik

“heh, bisa nggak ga usah pake treak! Gue bisa di gebukin gara2 di kira mau nyopet lo tau!” ujar Reza mengomel yg sama sekali tak ku gubris

“ya udah, bentar2 gue cobain dul jeruknya. Siapa tau lo ngambil dari tempat sampah lagi. Lo kan pelit orang nya suka meres orang lagi” ujarku mengambil salah satu jeruk yg ada di kantong plastik

“sembarangan! Ini gue beli tau! Ya udah gih cobain kalo ga percaya” ujar Reza
Aku mengupas jeruk, dan ku lahap perlahan jeruk itu, sedikit ragu dan akhirnya...

“BUAAKHH... apaan nih??! Asem bener!! Lo mau bunuh kakak gue???” pekikku

“hah? Asem? Masa sih?” Reza merampas jeruk dan memakan nya juga

“eehm!! Iya, tapi tadi manis kok yg dikasih abang jualan nya” elak Reza

"makanya, jangan ketipu sama abang jualan dong. Lo gimana sih?!! ya udah, tu jeruk lo bawa pulang aja.. “ ujarku
Kamipun masuk mobil dan menuju rumah Cherly. Kami kesana dengan mobil Reza. Sebenarnya Reza teman mengobrol yg asyik, tapi entah kenapa aku tak mau di jodohkan dengan nya, bahkan untuk sekedar berpura2. Ya, jelas saja, bila aku dengan Reza? Bisma akan ku kemanakan? Walaupun ada keraguan di benakku atas perasaan Bisma terhadapku. Apa dia benar2 mencintaiku? entahlah

#‎Rumah Cherly

“lhoh.. katanya mau kerumah lo? Ini kan bukan rumah lo?” ujar Reza

"lhah? Kok lo tau ini bukan rumah gue? Lo pernah kerumah gue?” tanyaku heran

“pernah lah, waktu itu gue main ke rumah Tante Mary sama nyokap gue. Eh ternyata lo ga di rumah. Ya udah gue pulang duluan. Ortu gue pake ngerahasiain nama lo lagi!! Jadi gue ga tau kalo cwek yg mau dijodohin sama gue tu elo!” jelas Reza

“ooh. Jadi waktu gue pulang ke rumah Ryn, itu suara lo?” tanyaku

“mungkin” jawabnya singkat

“eh, lo belom jawab pertanyaan gue ya” ujar Reza mengalihkan pembicaraan

“hah? Oh iya, ini rumah bokap gue. Nah.. kakak gue juga tinggal di sini” jelasku

“ya udah masuk yuk” ajakku

“duduk dulu” ujarku. Lalu Reza duduk di sofa ruang tamu. Aku menghampiri Cherly yg sekarang mungkin sedang berada di kamarnya.

“Cher!!! Cherly!! Ini gue Gigi!!” panggilku

“iya, Gi! lo udah sampe?” ujar Cherly basa-basi

“iya. Lo masih inget kan kata gue semalem?” tanyaku

“semalem? Yg mana?” ujarnya mencoba menggali pikiran

“ haduh.. jadi gini.. gue bawa temen, dia mau dijodohin sama gue! Dan semua ini Mama yg mau. Jelas aja gue ga mau!! Lo bisa bantu gue kan?” ujarku

“bantu? Bantu jodohin lo gitu?” ujar Cherly polos

“haduh.. otak lo udah geser ya, Cher! Mm.. gini, lo pura2 pacaran sama Reza, kalo perlu pacaran beneran deh.. biar gue ga jadi di jodohin sama dia” jelasku

“hah?? Kok gue sih? kenapa ga temen lo aja? atau.. siapa gitu. Kenapa gue jadi bahan pelampiasan lo?” ujar Cherly

"aduh.. Cher... please... mau ya..?” ujarku dengan wajah memelas

“hhhhhh....”

Aku keluar lewat pintu belakang. Aku sengaja meninggalkan mereka berdua tanpa sepengetahuan Reza. Aku tau sekarang akan kemana

“Bis, lo dimana?” tanyaku

“gue di apartemen” jawab Bisma di ujung sana

“tunggu gue. Gue mau kesana” ujarku lalu kututup telfon nya
Aku akan ke apartemen Bisma. Sepertinya aku naik Bus saja. Uang ku sudah menipis sejak 3 hari yg lalu dan tidak akan cukup jika sekarang ini aku naik taksi. Aku menunggu di halte, nah Bus sudah datang sepertinya hari ini mendung. Perasaanku jadi tak karuan begini? Apa ada sesuatu yang......??? ah tidak!! Jangan berpikir macam2 Gigi.. aku menaiki Bus yang perlahan meninggalkan halte. Aku menatap lurus keluar kaca jendela. Sambil menyandarkan kepalaku di kaca. Hari yg melelahkan.. tapi tenang Gigi, sebentar lagi lelah itu terbayar dengan melihat senyum Bisma yg bisa membuat semangatku tumbuh kembali. Tiba2 lagu Mirrors milik Justin Timberlake terdengar nyaring.

“Hallo??”

“heh!! Kemana lo???!! Lo mau ninggalin gue berdua sam......”
Aku menjauhkan ponselku dari telingaku. Sungguh! Apa Reza mau memecahkan gendang telingaku? Dia terdengar berteriak. Aku malas mendengar ocehan nya yg pasti isinya hanya mengomeliku. Kubiarkan dia uring uringan di sana.. hmm.. rupanya sudah sampai. Aku masuk ke gedung apartemen, lalu berjalan melewati koridor2. Dan sampailah aku di koridor tempat dimana apartemen Bisma berada.

Bisma POV

“tut..tut..tut..’ belum sempat aku menjawabnya, dia sudah menutup telfonya, pacar macam apa dia?! Tapi, ada apa dia ke sini? Apa ada masalah? Oh.. ada sms rupanya

“Gue udah ada di depan apartemen lo..”

Kukira sms ini dari Gigi tapi nyatanya Christy.. hah? Christy? Christy di depan apartemenku? Bagaimana kalau Gigi datang dan melihat Christy di sini Pasti dia akan berpikir macam2. Sebaiknya tak usah kutemui

“keluar dan temui gue, atau.. lo akan tau akibatnya!”

Sebaiknya kutemui dia sekarang jika aku tak mau Gigi kenapa napa. Aku melangkah ragu, perlahan kubuka pintu dan benar saja. Christy tepat di depan pintu apartemen dengan senyumnya yg khas. Dan ketika itu juga aku mendengar suara langkah kaki memasuki koridor. Apa dia? Gigi? Christy melihat kejanggalan di wajahku

“dia Gigi? jangan sekali2 lo liat dia. Bis, kenapa sih lo ga bisa berpaling dari Gigi? ada gue, Bis..”

“Chris.. please, lo jangan maksa gue. Gigi salah satunya yg bisa bikin gue tertawa lepas, nyaman, dan dia juga bisa jadi sahabat buat gue. Dia selalu ada buat gue. Dia kuat, bahkan selama ini dia punya masalah yg besar, tanpa gue dia bisa ngatasin itu sendiri..”

“oh.. jadi gitu.. okey! Tinggal tunggu tanggal mainnya” ujar Christy yg akan melankah pergi. Aku tak tau maksudnya. Ku tarik tangannya. Sekarang dia dalam genggamanku. Tiba2 seorang wanita muncul di seberang sana. Gelap, karena memang koridor ini hanya diterangi sebuah lampu di ujung. Dia semakin mendekat, wajahnya mulai terlihat setelah terkena sinar lampu di depan pintu apartemeku. Dia tersentak, bisa kulihat perubahan ekspresi wajahnya yg mendadak pucat. Dia berbalik badan , berhenti sejenak dan kemudian pergi. Aku berniat menyusulnya, tadi Christy segera mencegatku

GIGI POV

“DEG!” ini terulang kembali. Dadaku sesak, lututku lemas, dan mataku memanas. Melihat dia, bersama Bisma untuk kesekian kalinya. Bisma menggenggam tanganya seolah tak mau dia pergi meninggalkannya. Aku tau sekarang wajahku passti wajahku pucat. Aku bisa merasakannya, air mata mulai keluar membasahi pipi. Aku berbalik badan, menghela nafas sejenak.. lalu pergi, ku putuskan untuk pergi. Christy yg pernah masuk kedalam kehidupannya bisa saja mengisi hatinya kembali. Aku tak mau mengganggunya, lagipula dada ini sudah terlalu sesak melihat itu semua. Aku pun pulang dan berdiam diri di kamar, sambil menonton tv yg kebetulan sedang menayangkan acara komedi. Semua orang yg ada di dalam tv tertawa, tapi entah kenapa aku tidak. Ya, aku memang melihat tv, tapi tapi pandanganku kosong. Entah sudah berapa kali kejadian tadi sore terngiang di kepalaku. Sungguh, ini membuatku tersiksa. “NYIT” memikirkannya saja sudah membuat hati ini nyeri dan semakin aku memikirkannya membuat dadaku sesak. Aku merebahkan tubuhku di punggung sofa yg ada di kamar dan menghela napas panjang, tapi itu justru membuat dadaku semakin sesak. Entah apa yg harus kulakukan sekarang. Aku melihat ponselku. Sedikit terkejut, Bisma sudah menelfonku tepatnya 13 kali.. begitu sakitkah hati ini sampai2 panggilan masuk 13 kali ku abaikan? Lagipula aku juga belum siap mendengar suaranya. Ya, mereka hanya bertemu. Tapi aku sama sekali tak tau di balik pertemuan itu menyimpn rasa yg tertinggal di benak mereka? Rasa yg dulu sempat hilang, bisa muncul kapan saja tanpa mereka kehendaki. Aku tersentak. Ponsel yg sekarang ini berada di genggamanku bergetar, lagu Mirrors bergema ke seluruh ruangan

“Hallo? Ada apa Za?” tanyaku

“Gi!! lo kemana sih? main pergi aja! gue mati gaya nih di depan kakak lo!!” ujar Reza di ujung sana. Dia sedikit menghiburku

“gue.. gue.. tadi di suruh pulang nyokap.. haha” ujarku memaksakan seulas senyum dan tertawa sumbang, benar2 sumbang.

“jadi.....?” tanya Reza

"jadi apa?” ujarku tak mengerti

“jadi rencana selanjutnya apa?” sambungnya

“tau deh.. gue lagi ga mood ngomongin itu. Udah dulu ya.. gue capek” ujarku lalu menutup flap ponselku dengan keras. Sekarang ini yg kubutuhkan adalah... sendiri, ya benar benar sendiri. Belum sempat aku menikmati keheningan dalam kesendirianku, ponselku kembali berdering. Ouh!! Tak bisakah benda ini berhenti menjerit?!! Nomor siapa ini

“hallo!!” ujarku dengan kesal tapi entah mengapa justru yg keluar seperti putus asa

“Hallo, ini saya client dari Bandung yg tempo hari bertemu dengan ibu.. bagaimana.......” aku menjauhkan ponsel dan memandangnya dengan kesal. Apa2an ini? Client? Dasar..

“maaf anda salah sambung!” ujarku kesal

“oh maaf, saya kira ini nomor ibu Mary. Tapi ibu Mary sendiri yg memberikan nomor ini.. apa anda masih ada hubungan saudara dengan ibu Mary?”

hh.. gaya bicaranya formal sekali. Bisa kupastikan aku tak akan bertahan 1 minggu bekerja seperti ini

“ya ya ya.. SAYA anaknya!”

“oh.. jadi anda yg bernama Gigi?” ujarnya di ujung sana. Haha.. lucu sekali, Mama menceritakan segalanya tentangku di depan client nya?!

“maaf, sebaiknya ANDA bicara langsung saja dengan mama SAYA!” ujarku lalu menutup telfon dengan kasar. Huhh.. benar2! Apakah aku tak bisa lebih sial dari ini?!

Reza POV

“tut..tutt..tuttt”

Apa2an ini? Dasar psikopat! Menutup telfon sembarangan disaat orang belum selesai bicara! Apa ini yg dia lakukan setiap orang lain menelfon nya?! Apa dia lebih suka menutup telfon lebih dulu! Haha.. aneh! Yahh.. pertemuan tadi sore dengan Cherly sebenarnya tak terlalu buruk.. dia asyik, supel dan pandai berbicara. Cantik, dan sepertinya tegas. Apa aku mulai menyukainya? Tapi ada sedikit keraguan terbesit di benakku. Ya, aku berusaha menyukainya demi gagalnya perjodohan ini

Atau mungkin.....

GIGI POV

“Semua ini demi kamu, Gi. mama sengaja cerita tentang kamu sama Client Mama. Itu akan mempermudah kamu saat kamu terjun langsung di dunia bisnis. Mereka juga akan lebih memahami kamu lebih dulu kalau mama cerita tentang kamu juga” ocehan mamaku terdengar panas di telingaku

“Mama tahu?! Mama ga pernah lakuin yg terbaik buat Gigi, justru ini yg memperburuk keadaan Gigi Mah. Mama ga tau beban dan pikiran yg Gigi tanggung sekarang! Jadi stop, Mah. Stop limpahin masalah ini semua sama Gigi. Gigi juga manusia, apa Mama ga pernah berpikir, Gigi capek hidup dalam tekanan, Gigi capek!!”

Hening sejenak, Mama mengalihkan pandangan nya. Aku memutuskan untuk pergi. Seperti biasa, dia selalu uring2an setiap aku pergi disaat dia belum selesai bicara. Tapi itu lebih baik dari pada membiarkan telingaku terbakar karena mendengar omelan nya.

“Gi!! Gigi!!!” pekik seseorang dari belakang. Aku menoleh dan membalikkan badan. Ilham? Aku memiringkan kepalaku

“Ilham? Lo...” ujarku menggantung

“gue kesini Cuma mau jelasin sesuatu.” Ujarnya. Aku membuka mulut, namun kututup kembali karena sepertinya dia sudah mulai bercerita

“Bisma, kemarin... ini semua nggak seperti yg lo pikir, Gi” katanya. Aku masih mendengarkan nya dengan hati yg perih. Semua kejadian itu terngiang kembali di telingaku.

“tapi.... kejadian itu, kenapa Bisma bisa cium Christy? Apa dia masih suka sama Christy?” tanyaku

“nggak,dia sayang banget sama lo, Gi. Dari cara Bisma lihat lo
ataupun dari cara dia ngomong sama lo. gue bisa lihat semuanya itu. Dia bahkan lebih cinta sama lo daripada Christy dulu." Jawab Ilham

Bisma selalu memaki2 ku dan melihatku dengan pandangan maut.. itu yang Ilham anggap cara Bisma mencintaiku? Ilham pasti sudah sinting..

"gue lihat Bisma cium Christy waktu selesai pertunjukan, itu bukti
kuat kalau Bisma masih cinta Christy? masalahnya, bukan Christy
yang cium Bisma. tapi Bisma yang cium Christy."

"ja... jadi, lo liat mereka ciuman...?" ujar Ilham kaget

"iya! lo kira kenapa selama ini gue ngehindar?!"

"hahaha, jadi lo cemburu karena masalah itu??" ledek Ilham

"ap- apa?! Gue nggak cemburu! Si- siapa bilang gue cemburu!" kataku sambil memalingkan wajahku. Bisa kurasakan wajahku memanas karena malu.

"hahaha, muka lo merah merah banget dan lo bilang lo nggak cemburu? Hahaha, lo lucu banget Gi."

“lo belum pernah makan sepatu hah??!!” ujarku sambil melepas sepatuku

“ahahaha, iya2... kalau tentang Bisma mencium Christy, tentu gue tau kenapa."

"kenapa?!" seruku

"yah,,, lo pasti tahu kan Bisma bukan tipe yang suka mencium cewek sembarangan?" aku menganggukkan kepalaku

"sebenarnya Bisma mencium Christy demi melindungi lo Gi."
Apa? Melindungiku? Tapi-

"lo tahu sendiri sifat rubah betina itu. gue juga bingung kenapa Bisma bisa suka sama dia dulu. Walaupun Christy sangat cantik tapi kepribadiannya benar2 memuakkan, untung aja dia punya wajah cantik jadi walaupun pribadinya busuk tapi masih ada orang yang menyukainya karena wajahnya itu." Ujar Ilham

"iya-iya gue tau dia begitu, terus apa maksudnya Bisma melindungi gue?" tanyaku tak sabar

“Ya,jadi Christy ngancem Bisma akan ngincer lo jadi bulan bulanannya. Dia akan menghentikan niatnya buat jadi in lo bulan bulanannya hanya dengan satu syarat.." kata Ilham

“cium?” ujarku ragu

"ya, betul sekali. Jadi Bisma menciumnya bukan karena Bisma suka sama dia, tapi dia mau ngelindungin lo..."
jadi.. jadi selama ini, dia...dia melindungiku! Bisma? Maafkan aku.. aku telah berfikir sempit!! Betapa bodohnya aku

"sekarang losudah tahu kebenarannya, jadi gue harap hubungan kalian sekarang baik2 aja.. dia benar2 kacau beberapa hari ini..." ujar Ilham membuyarkan lamunanku. Dan setelah berkata begitu, dia pergi meninggalkanku
Saat ini aku ingin sekali memeluk Bisma dan meminta maaf kepadanya.
Aku ingin sekali mendengar maki2annya, aku ingin sekali melihat wajahnya..
Tapi sebaiknya besok saja. Sekarang aku akan ke rumah Reza dan menanyakan soal “kencan” tadi sore dengan Cherly. Aku tau, perasaanku sedang kacau tadi sore. Jadi kuputuskan untuk mendengar langsung penjelasan dari Reza.

Setelah sampai di rumahnya, aku mendapat sambutan hangat dari keluarganya. Ya, tentu saja karena mereka tau aku lah calon “menantu” nya. Kami dibiarkan mengobrol berdua. Jadi, mereka tidak akan mengetahui rencana yg sudah kita.

“Gi, tadi main tutup aja sih!!” ujarnya mengomel

“hehe.. sorry, tadi ada masalah kecil” ujarku

“eh, mata lo sembab. Lo abis nangis ya?” tanya Reza. Sejak kapan dia jadi perhatian begini? Biasanya lututku berdarah atau aku mati pun dia tak memperdulikanku bahkan itu menjadi keuntungan nya? Tapi sekarang? Entahlah.. mungkin karena kita sudah saling kenal.

“hey!! Lo masih denger gue?” pekiknya sambil melambaikan tangan nya yg berhasil membuyarkan lamunanku

“hah? Eh? Nggak! Eh, ngomong2 gimana tadi sore?” tanyaku mengalihkan pembicaraan

“yah.. gitu deh” ujarnya tak bersemangat

“gitu gimana?” tanyaku mendesak

“ya gitu, kayaknya lo ga perlu deh lakuin ini” kata Reza

“maksud lo?” kerutan di keningku mulai muncul

“ya lo ga perlu deket2in gue sama kakak lo. Kita cukup pura2 deket di depan orang tua kita. Seudahnya ya biasa aja” kata Reza

“ya itu kan supaya kalian saling kenal aja. nanti kalo ditanya macem2, seenggaknya kalian bisa jawab kompak” ujarku

“iya juga sih.. tapi...”

“udah.. ikut aja apa kata gue!” tiba2 lagu Mirrors terdengar nyaring. Aku segera mengeluarkan ponsel ku yg berada di kantong celana jeans

“hallo?” ujarku antusias

“mm?........... iya iya...... besok gue kesana....... nggak lah, ngapain marah?.......... iya bye!”

“siapa?” tanya Reza

“Bisma” jawabku sumringah

“oh..” ujar Reza

“lo kenapa sih?” tanyaku melihat perubahan ekspresi wajah yang...

“hhhh....” desahku. Ada panggilan masuk lagi. Aku membuka flap ponselku

“Gigi!!!” pekikkan Mama terdengar keras, mungkin Reza juga bisa mendengarnya. Aku menjauhkan ponsel dari telingaku jika tak mau mendadak tuli karena pekikan Mama ku sendiri. Aku menatap ponsel dengan kesal, lalu pandanganku tertuju pada Reza

“nyokap?” ujarnya dengan volume super kecil. Aku mengangguk

“iya iya... iya, Mah. Gigi pulang sekarang” ujarku lalu menutup ponselku

“mau pulang?” tanya Reza

“iya, nyokap udah treak2 di rumah” ujarku lalu berpamitan kepada orang tua Reza dan bergegas pulang.

S
K
I
P

Aku berjalan santai dengan masih memakai sragam sekolah.. ya, kemarin Bisma mengajakku bertemu di taman dekat kompleks rumahnya. Dia berpikir aku masih marah. Tentu saja tidak! Ilham sudah menceritakan semuanya. Kuharap itu benar. Langkahku terhenti, butiran tetes air membasahi pipiku. Hujan? Ya hari ini mendung dan akhirnya hujan. Layaknya seseorang yg menahan beban dan akhirnya tangisan pecah menjadi pelampiasan. Hujan mulai deras, semoga saja Bisma sudah ada di sana. Aku berlari menuju taman. Hhh.. aku mendesah pelan. Bisma tak terlihat disana, apa aku harus menunggunya? Tapi ini hujan. Sudahlah, hujan tak akan membunuhku. Menunggu Bisma lebih penting dari pada menghindar dari hujan. Aku duduk di bangku panjang yg ada di taman. Tentu saja di tengah guyuran hujan. Semoga aku tidak sakit setelah ini seperti sebelum2nya yg aku selalu sakit bila kehujanan. Itu dia, itu Bisma! Aku terpenjat dari bangku taman. Dan berdiri menatapnya dalam. Perlahan Bisma semakin mendekat.

“Hap!!”

Aku tercekat, Bisma tiba2 memeluk tubuhku erat. Seakan tak ingin kehilanganku untuk yg kesekian kalinya. Apa perasaan nya sama dengan yg kemarin saat bersama Christy??!!

“please.. jangan pernah berfikir begitu. Jangan pernah berfikir ada orang lain selain dirimu. Ga ada orang lain selain kamu.. Cuma kamu.. Cuma kamu yg bisa mengerti aku. Jangan pernah berfikir aku akan meninggalkanmu. Jangan pernah berfikir aku tak menginginkanmu. Jangan pernah berfikir aku tak membutuhkanmu, dan jangan pernah berifik aku tak mencintaimu. Karena kamu... belahan jiwaku. Aku selalu merindukanmu, tak peduli sesebentar apapun kita berpisah, sependek waktu kita tak bertemu.. aku mncintaimu...”

Aku masih tercekat. Bisma melepas pelukannya. Dan mendaratkan ciuman di keningku. Aku masih mencerna kata2 nya barusan. Aku masih belum percaya Bisma berkata seperti itu. Memang, dia pacarku, tapi selama ini aku belum pernah mendengar kata2 seromantis ini dari mulutnya. Tubuhku menegang..

“lama banget sih.. udah ngoyot nih.. mana ujan lagi” ujarku cepat2 mencairkan suasana

“iya, sayang.. maaf ya.. haha” ujar Bisma. Kita memang sering bermasalah, tapi kita cepat menyelesaikan masalah itu. Itu yg menjadi hubungan kami luar biasa

“iih.. sayang? Ga salah tuh? Udah jangan dipaksain panggil ‘sayang’ deh! Najis muke lu kepaksa banget” ujarku

“haha.. trus panggil apa odong?” ujar Bisma

“idih.. kok odong sih??!!” ujarku kesal

“haha.. iya tuh, panggilan bagus tuh.. ‘odong’” ujar Bisma sambil melangkah pergi

“heh!! Kok odong?? Ga ada yg lebih jelek lagi apa?” pekikku sambil menyusulnya

“haha.. iya tuh, panggilan bagus tuh.. ‘odong’” ujar Bisma sambil melangkah pergi

“heh!! Kok odong?? Ga ada yg lebih jelek lagi apa?” pekikku sambil menyusulnya

“hachiii..!!!”

Bisma menatapku yg sekarang duduk di sofa. Aku mengusap rambutku yg basah dengan handuk.

“lo sakit?” tanya Bisma khawatir

“nggak, Cuma flu gara2 kehujanan tadi. Bentar lagi juga sembuh kok” elak ku

“kalo dibiarin bahaya. Nih minum obat dulu” ujar Bisma mengambil sebuah obat dari kotak P3K yg ada di apartemen nya. Aku menatapnya ragu

“tenang aja.. ga ada obat bius ato apalah kek di fillm2 itu. Percaya deh.. obat nya manjur” ujar Bisma meyakinkan. Dengan penuh keraguan, ku minum obat itu. Hmm.. tidak buruk

“gimana?”

“lumayan..” jawabku. Bisma berjalan menuju dapur kecil dan membuka lemari yg ada di sana

“apa gue bilang.. nih minum. Buat hangatin badan” ujar Bisma sambil menyodorkan teh panas yg dibuatnya tadi

“hmmm...” gumamku menikmati aroma teh yg menenangkan. Aku meneguk teh yg ada di genggamanku “hah..” gumamku sekali lagi. Bisma menatapku heran sambil tetap meneguk teh nya. Aku meletakkan secangkir teh di meja. Merebahkan diri di sandaran sofa.

“hhh.. kayaknya gue juga harus punya apartemmen deh. Enak banget kaya gini. Tenang, nyaman, fasilitas juga lengkap. Dan yg paling penting, ga ada yg ngomel2 bikin kuping pedess!!” ujarku. Lagi lagi tatapan itu. Tatapan heran bercampur bingung, menjadi satu alhasil menjadi tatapan maut yg berhasil membuatku bungkam. Kenapa Bisma harus menatapku seperti itu??!!

“kenapa sih lo??!” tanyaku kesal

“kenapa sih lo ga bisa akur dikit sama nyokap lo?” ujarnya tiba2.
Aku menghela napas dan menegakkan badanku

“ya karena kita beda. Beda pemikiran, beda visi, beda gaya hidup, pokoknya ga ada alasan buat kita akur. Dan satu lagi....” ujarku sambil mengacungkan jari. Bisma mengankat kedua alisnya

“gue ga suka diatur atur, apalagi soal perjodoh......an” ujarku menggantung. Astaga Gigi!! kenapa kamu mengatakannya! Hampir saja aku menceritakan semuanya.

“hah? Apa? Perjodohan? Lo di jodohin? Sama siapa?” ujar Bisma

“hah? Ng..nggak.. maksud gue jodoh, tentang jodoh. Ya, nyokap gue selalu ngajuin syarat bla bla tentang calon jodoh gue” ujarku berbohong

“oh..” Bisma mendesah pelan. Aku kembali bersandar di sofa dengan kepala mendongak, menikmati suasana tenang

“gue udah denger semua dari Ilham” ujarku sambil memejamkan mata

“hm..hm.. dia ngerjain tugas dengan baik..” Bisma ikut merebahkan diri di sandaran sofa

“dan gue harap semua itu bener” ujarku masih memejamkan mata. Bisma bergerak cepat menegakkan badan. Aku meliriknya. Bisa kulihat matanya membulat

“Astaga! Jadi lo ga percaya sama kata2 Ilham tadi?” tanya Bisma

“bukan gitu.. tapi gue kan ga tau lo boong ato nggak.. haha” kataku mencondongkan badan ke depan

“hhhh.. diliat liat, lo cocok banget pake baju gue” ujar Bisma melihatku mengenakan pakaian nya. Ya, aku memang memakai pakaian nya karena memang sragamku basah kuyup diguyur hujan. Jadi terpaksa aku meminjam pakaiannya

“mm.. bukan bukan. Bukan cocok lagi tapi... Astaga.. pacar gue ternyata selama ini cowok!!” katanya dengan raut wajah bergurau

“Ish!!” desahku. “ kalo gue cowok. Berarti lo... jeruk makan jeruk dong!! haha” ujarku meninju pelan lengan nya

“hah? Iya juga ya.. eh kenapa jadi ngomongin jeruk sih?!” protesnya

“hmm.. kalo gitu gue pulang dulu ya. Udah sore nih” ujarku bangkit dari sofa

“mau gue anter?” tanya Bisma. Tentu saja!! Tapi aku tidak mungkin mengatakannya begitu saja. Aku tau aku sudah cukup merepotkannya.

“mau gue anter?” tanya nya sekali lagi

“ga usah, gue bisa pulang sendiri. Lagian ini sore belum malem” ujarku mencari alasan

“tapi gue nggak mungkin biarin cewek pulang sendiri. Walaupun masih sore, tapi ini udah gelap” ujar Bisma

“kata lo, gue cowok?” ujarku yg masih mengingat jelas kata2 Bisma tadi

“udah.. ga usah khawatir. Gue bisa jaga diri” tegasku sekali lagi. Tanpa menunggu jawaban dari Bisma. Aku berbalik dan berjalan menuju pintu, diikuti Bisma. Setelah diluar, aku melambaikan tanganku dan bergegas pulang.

Yah.. sepertinya keputusanku untuk pulang sendirian tadi salah! Aku benar2... benar2... takut! Hari sudah mulai gelap, belum lagi suara2 yg tak jelas asalnya dan angin kencang menembus baju tebal Bisma yg sukses membuat bulu kuduk ku merinding. Apakah aku akan melewati sebuah pemakaman? Kurasa tidak! Ya, aku hanya perlu berjalan menuju halte, tapi halte ada di ujung jalan sana. Apakah aku harus menelpon Bisma untuk mengantarku pulang?! Oh aku sudah gila! Jelas2 aku yg menolaknya untuk diantar pulang? Akan terdengar aneh jika tiba2 aku menelfon nya untuk meminta diantar. Lagipula, dia pasti terlalu capek untuk mengantarku. Aku menghela nafas berat dan membetulkan posisi tasku. Mencoba menenangkan diri. Tidak berhasil!! Aku berjalan cepat menyusuri jalan sepi dan remang2 yg hanya di terangi oleh lampu di tepi jalan menuju halte di ujung jalan. Semakin cepat aku berjalan. Tidak, kali ini aku berlari. Ya, ketika aku menyadari ada bayangan seseorang di belakangku. Apa dia mengikutiku? Oh Tuhan! Semoga dia bukan perampok! Pencopet! Atau... pembunuh bayaran??!! Semoga semua dugaan ku itu salah. Aku menjerit ketika tangan nya menyentuh kedua bahuku. Aku membalikkan badanku dengan cepat dan melayangkan pukulan ke wajahnya. Bisa kudengar pria itu menjerit kesakitan..

“hey..hey.. ini gue!! Stop!! Stop!!” ujar pria tersebut mencoba menghentikan pukulanku yg membabi buta. Tunggu. Sepertinya aku mengenal betul suara itu. Astaga! Bisma??!!

“lo ngapain di sini??!!” ujarku dengan mata terbelalak

“aduh.. lo kira2 dong kalo mukul! Ini bukan kasus nya farhat abbas!!”erangnya sambil memegang pipi kanannya

“eh, sorry2! Hubungan nya apa coba sma farhat abbas??!”ujarku bingung

“lupakan!!”kata Bisma acuh tak acuh

Kini aku telah sampai di halte. Seperti biasa, kotak P3K yg selalu kubawa, kali ini harus ku gunakan untuk mengobati luka di pipi Bisma akibat tonjokanku.

“aww” rintihnya pelan

“diem deh! Kyk cewek aja!” protesku

“sakit odong! Ini juga gara2 lo! Pake ngomel2 lagi!” ujarnya

“lagia sih, pake muncul tiba2” kataku sambil mendekatkan wajahku ke wajahnya untuk melihat luka di pipinya.
Aku tak mendengar suara apapun dari mulut Bisma. Biasanya dia akan selalu menyaut jika aku berceloteh. Tapi kali ini... apa dia tidur? Aku mendongak, melihat wajahnya dengan jelas. Tidak, dia tidak tidur, matanya masih terjaga. Lalu? Astaga! Aku sama sekali tak sadar jarak wajah kita. Begitu dekat. Sangat dekat sampai aku tak sadar Bisma sedang melihatku dan memperhatikan wajahku. Pandangan kita bertemu. Jantungku berdebar hebat, 2 kali lebih cepat dari biasanya. Wajahku memanas, tanpa sadar aku menahan nafas. Bisma menaikkan sebelah tangan nya ke wajahku dan lebih mendekatkan wajahnya.. astaga itu terlalu dekat! Apa.. apa dia akan..... akan me... tiba2 lagu Mirrors terdengar. Aku tercekat dan menghembuskan nafas yg sedari tadi ku tahan.
“hall.. hallo?” ujarku berusaha agar suaraku tidak terdengar gugup, tapi sepertinya tidak berhasil
“..............gue ada di halte...........oh oke, gue pulang.............nggak usah, gue naik bus kok...............oke,bye!”
“siapa?” tanya Bisma

BISMA POV
“payah! Kenapa lo biarin dia pulang sendiri? Gimana kalo terjadi apa2 sama dia?? Iya gue tau dia cewek tangguh. Tapi setidaknya, gue ini cowoknya, gue yg harus lindungin dia”
Ya, ku mengikutinya sejak dia keluar dari apartemenku. Aku sengaja tak memberi tahunya, karena pasti aku akan dipaksanya untuk kembali ke apartemen dan berkata aku baik2 saja, tak perlu mencemaskanku. Dia.. dia benar2 berhasil membuatku cemas. Aku mengikutinya menyusuuri jalan sempit menuju halte. Ya sepertinya dia akan naik bus malam ini. Hahaha.. aku tau dia ketakutan sekarang, sedari tadi aku hanya menahan tawa mendengar celotehnya yg tak jelas. Apa dia benar2 takut gelap? Atau takut karena aku tak berada di sampingnya? Entahlah.. kurasa dua2 nya. Tunggu! Dia sudah menyadari keberadaanku. Dia menunduk menatap bayanganku yg ada di jalan. Aku bermaksud menenangkannya agar tidak panik, tetapi kurasa itu tidak berhasil, justru aku telah mengejutkannya. Ia memekik bersama pukulan tiada henti yg ia layangkan ke wajahku. Dasar gadis brutal?? Tak bisakah dia lebih terlihat gila dari ini? Dan tak bisakah dia memukulku lebih keras dari ini?! Tenaga nya begitu luarbiasa walau kutau betapa lelahnya dia hari ini. Tapi kurasa dalam keadaan terdesak, seseorang bisa melakukan apa saja. Dia terus memukulku, sampai ia berhenti saat ku bilang,

“hey..hey.. ini gue!! Stop!! Stop!!” ujarku sambil melindungi diriku dengan kedua tangan

“lo ngapain di sini??!!” ujarnya terkejut melihatku, ia membulatkan matanya, tentu saja ia tak berhasil, matanya yg hanya segaris itu tak akan membulat

“aduh.. lo kira2 dong kalo mukul! Ini bukan kasus nya farhat abbas!!” ujarku. Haha.. pukulan nya seperti amarah anak ahmad dhani yg menantang farhat abbas beradu di ring tinju. Sangat menggebu gebu

“eh, sorry2! Hubungan nya apa coba sma farhat abbas??!”astaga! pacarku ini memang tak tahu berita yg sedang hangat? Entahlah.. ya, aku tau dia tak suka menonton acara infotaiment

“lupakan!!” ujarku menyerah
Setelah cukup lama berjalan, aku dan Gigi sampai di halte. Aku tak heran melihatnya mengeluarkan kotak P3K dari dalam tasnya,karena aku sudah sering melihat pemandangan itu. Dia mengobatiku dengan baik. Meskipun aku harus merintih kesakitan. Dia mendekatkan wajahnya, tak kusangka dia melakukan itu. Ya, dia memang tidak menyadarinya. Aku memandang lekat2 seluruh sudut wajahnya, ya, dia memang cantik dan menarik, dia..... entah mengapa tanganku berubah dingin, tubuhku menegang ketika ia mendongak menatap mataku lekat2. Aku menyentuh wajahnya, dan... mencoba lebih dekat lagi dengannya.... lebih dekat.....kurasa ini bukan waktu yg tepat tapi aku.. sepertinya aku akan menciumnya.. tiba2 ponsel Gigi berdering. Ia merogoh tasnya dan segera menjawab telfon. Astaga Bisma!! Kau payah!! Bisa2 nya kau akan mencium Gigi di saat2 seperti ini. Waktu yg benar2 tidak tepat. Tapi aku senang aku bisa melihat wajahnya sedekat ini.

“siapa?” tanyaku setelah ia menutup telfon nya

“Reza” jawabnya singkat

“Reza?” tanyaku

“iya. Nah itu Bus nya. Makasih udah mau nemenin sampe ke halte. Gue tau tadi lo mau ngapain” kata Gigi yg berhasil membuat otakku kosong seketika. Jadi dia tau tadi aku akan menciumnya? Seulas senyum manis mengembang di sudut bibirnya.
“cups”
“itu ganti karena lo udah gagal di adegan tadi” ujarnya lalu masuk ke Bus. Apa? Gigi.. haha.. dia... dasar! Aku terus memegang pipiku. Ciuman mendarat di pipiku berhasil membuat aku lumpuh dibuatnya.

REZA POV
Aku heran hari ini Gigi terus tersenyum. Dia bahkan terus mengatakan bahwa ia ingin cepat2 pulang. Ya, aku ingat. Kemarin Bisma menelfon sewaktu dia di rumahku. Sepertinya Bisma mengajak Gigi bertemu di suatu tempat. Kuputuskan untuk mengikutinya setelah pulang sekolah. hari ini hujan. Tapi sepertinya Gigi ingin sekali bertemu dengan Bisma sampai2 ia rela hujan2 seperti ini. Kulihat Bisma datang mendekat. Dia.. dia memeluk Gigi. kenapa? Kenapa sepertinya aku sulit menerima bahwa Bisma adalah pacar Gigi? kenapa? Sepertinya Bisma mengatakan sesuatu dalam pelukannya itu, mengatakan sesuatu yg berhasil membuat Gigi hanyut dalam pelukannya. Entah kenapa dada ini menjadi sesak. Masih hujan, mereka memutuskan untuk pulang ke apartemen Bisma. Tapi.. apa aku harus sampai disini? Apa aku harus pulang? Aku ragu, lalu kuputuskan untuk tetap menunggu sampai Gigi keluar dari apartemen Bisma. Cukup lama mereka di dalam. Lalu terbesit ribuan pertanyaan. Apa yg mereka lakukan di dalam? Sampai kapan Gigi akan berada di dalam? Apa yg mereka bicarakan? Astaga! Kenapa aku jadi kacau seperti ini? Untuk apa semua ini? Untuk apa aku mengikuti Gigi? untuk apa aku peduli dengannya? Untuk apa? Aku merasa tak punya hak atas semua ini. Kuputuskan untuk pulang sekarang juga. Aku baru akan melangkahkan kakiku, Gigi sudah keluar dari gedung apartemen Bisma. Apa aku harus menemuinya dan mengantarnya pulang? Tunggu! Dia memakai pakaian laki2? Apa itu punya Bisma? Ahkk!! Itu tidak penting Reza! Yg penting sekarang ini adalah menemani Gigi pulang! Lagipula jika ia jadi Bisma, ia pasti juga akan meminjamkan bajunya jika tak mau melihat Gigi memaka seragam basahnya dan akhirnya menggigil kedinginan. Baru aku akan menghampirinya, Bisma juga keluar dari apartemennya. Kupikir dia akan menemaninya, tetapi dia hanya mengikutinya dari belakang. Entah apa yg dipikirkan orang itu? Aneh sekali! Yah.. aku terpaksa mengikuti mereka lagi. Aku sedikit tercekat karena Gigi memukul Bisma. Ya kutau karena mungkin ia mengira Bisma seorang penguntit, perampok, atau semacamnya. Tapi yg membuat aku menahan nafas, membuat mataku memanas adalah saat kejadian di halte. Aku tau persis apa yg akan di lakukan Bisma. Ya, kutau dia akan mencium Gigi, karena aku tak mau melihatnya, jadi aku berusaha menghubungi Gigi. untung saja Gigi cepat2 mengangkat telfon, jadi Bisma mengurungkan niatnya untuk....yah.. menciumnya! Aku lega melihatnya.

“hallo Gi? lo dimana?” tanyaku berusaha mengatur nafas

“gue ada di halte” jawabnya. Syukurlah, dia tidak berbohong

“nyokap lo telfon nanyain lo tadi. Sebaiknya lo pulang sekarang” ujarku tentu saja berbohong

“oh oke, gue pulang” katanya

“mau gue jemput?” tawarku

“nggak usah, gue naik bus kok” kata Gigi

“oh, ya udah. Habis ini langsung pulang! Ga usah kemana2” ujarku

“oke, bye!” dan kata2 itu yg mengakhiri pembicaraan kita di telfon
Bisa kulihat Bus sudah datang, Gigi berbalik badan dan mengatakan sesuatu pada Bisma. Baru aku sedikit lega, dan sekarang aku dihadapkan pada kenyataan yg lain. Gigi mencium pipi Bisma. Tapi kenapa aku khawatir? Kenapa dadaku begitu sesak? Kenapa berusaha agar Bisma tak jadi menciumnya? Kenapa aku lega saat Bisma tak jadi menciumnya? Kenapa semua itu kulakukan?apa aku.. aku.. hh..entahlah

REZA POV End

“Steff, boring banget sih disini?" bisikku dengan suara sengau karena flu melanda

“terus ngapain kesini?” ujar Steffy ringan sambil mencatat apa yg pak guru jelaskan

“ya sekolah lah..” jawabku

“ya udah kalo emang mau sekolah ga usah banyak ngeluh” ujar Steffy masih tetap menulis

“kaya lo ga pernah aja” dumelku

“sstt.. udah deh. Nanti pak guru denger ocehan lo, gue lagi yg di bunuh. Lu kan pinter nyalahin orang” ledek Steffy

“hhh....”aku mendesah pelan

“pletakk!!”

“aww!! Aduh!!!” suara erangan itu berasal dari depan kelas. Semua isi kelas tertawa

“bolpoin siapa ini?” ujar pak guru sambil mengusap kepalanya yg tersambit(?) bolpoin. Pak guru mengacungkan bolpoin kuning yg diatasnya terdapat pernak pernik bergambar Spongebob. Steffy menatap bolpoin itu dengan mata terbelalak Steffy tahu persis bolpoin siapa itu. Steffy menoleh ke arahku dengan masih membulatkan mata, tatapan nya penuh tanya. Aku hanya menanggapinya dengan tersenyum kecil.

“gila lo, Gi!! nekat banget lu!!” bisik Steffy

“udah.. diem aja! bakal jadi menarik” aku mengangkat kedua alisku

“itu bolpoin saya Pak!!” ujarku sambil mengacungkan jari. Lagi2 Steffy menoleh cepat dan menatapku dengan mata bulat, sampai2 aku bisa melihat jelas mata gelapnya. Aku tersenyum kepadanya. Sekarang pandangan seisi kelas tertuju padaku

“Brigitta Cynthia!!!!!” pekik pak guru mengguncang bumi dan langit seisinya(?) kurasa seisi sekolah dapat mendengar jeritan nya dengan jelas. Pak guru berjalan kearahku dengan geram

“aduh.. aduh.. sakit pak.. lepasin” ujarku setelah pak guru menarik dan memutar telingaku

“udah berapa ratus kali kamu buat onar kaya gini!! Sekarang bawa buku2 yg ada di depan ke perpustakaan!!” ujar pak guru menunjukkan 2 tumpuk buu tebal yg ada di depan kelas

“segitu banyaknya pak?” tanyaku

“iya!!” jawabnya tegas

“tapi pak. Saya tadi kan ga sengaja. Saya tadi Cuma... Cuma mainan bolpoin aja pak, eh ga taunya lepas trus akhirnya.....” ujarku menggantung

“kena kepala saya!!” ujarku memekik. Aku mencondongkan badan kebelakang, berharap dapat mengurangi kebisingan akibat teriakannya. Steffy tetap menatapku heran

“kalau begitu. Stefany Margaretha!! Kamu bantu dia!!”

“lhoh..lhoh.. kok jadi saya pak?”

“sudah, jangan banyak bicara. Cepat kerjakan!”

“Brakk!!” suara gebrakan meja, mengawali langkahku menuju perpustakaan

Astaga.. banyak sekali buku2 ini. Sampai2 aku tak bisa melihat dengan jelas jalan yg ada di depan. Aku harus berhati2 supaya buku2 ini tidak jatuh berhamburan di lantai. Hhh... kita baru saja ke luar kelas. Aku berbalik ke arah kiri.. GEDEBAKGEDIBUK!!

“aaduhhh!!!” erangku yg sudah tersungkur di lantai. Untung saja ini sudah di luar kelas.

“Steff!! Gimana sih??? pake acara nabrak2 segala!” ujarku kesal

“yyyyeee.. elu tuh yg gimana?! Perpustakaan ke arah kanan odong!! Ngapain lu balik kiri?” ujar Steffy kesal

“emang iya yak? Hehe.. sorry sorry” ujarku lalu membereskan buku2 yg tergeletak di lantai.

“nah.. sekarang ke kanan.. kanan.. kiri.. kanan..kiri” ujarku di sepanjang koridor menuju perpustakaan

#‎Perpus

“haa..hhhaa..haactt..”

“stop..stoppp..!!” Steffy berhasil membatalkan bersin ku

“jangan hadap depan. Nanti buku2 lo pada jatoh semua” ujarnya

“hhaa.. haa..hhatchiiii!!!!” aku memalingkan wajahku ke samping kanan

“Buuakkhh!! Sial!! Ketumpahan kuah sayur asem!!!” ujar seseorang di samping kananku. Aku menoleh cepat ke arah suara. Astaga!! Reza??

“ngapain kalian di sini???” tanya Reza sambil mengusap pelan wajahnya. Aku melirik buku2 tebal yg ku bawa. Reza mengangguk.

“ya udah.. sini gue bantu” kata Reza mengambil alih buku2 yg kubawa

“ehemm.. jadi Gigi doang nih yg di bantuin??” ujar Steffy tiba2

“eh, apaan sih? enggak kali Steff. Tenang.. buku2 ini biar gue yg ngurus”

“tumben lo baik..”

“dari dulu Reza emang udah baik kali, Gi.. lo aja yg ga pernah akur sama dia.. haha” Steffy meninju pelan lenganku

“haha.. eh, ngomong2 kalian ngapain bawa buku2 sebanyak ini?” tanya Reza

"ini nih.. semua ulah Gi...” aku segera mendekap mulutnya. Reza mengangkat sebelah alis dan menatap ku heran. Aku menyunggingkan senyum masam

“ikhh.. apaan sih Gi!! tangan lo asem!!” kata Steffy melepaskan tanganku

“wah.. parah lo, Gi! gue pikir lo udah tobat” kata Reza

“diem lo!!” pekiku

“Oh iya. Nanti malem lo ada acara ga?” tanya Reza

“kenapa? Lo mau ngajak gue kencan? Udah mulai seka sama gue?” ujarku. Ada apa dengan nya? Kenapa dia terkejut? Apa dia menganggap ini serius?

“hahah.. becanda kali.. mm.. nanti malem? Ga bisa, gue ada acara sama nyokap. Sebenernya gue juga males sih.. tapi gue bakal ngajak Bisma” jawabku

“Za!!” kataku. Ada apa dengan anak ini?

“ngajak Bisma? Yakin lo?” aku melihat raut wajah yg berbeda dari Reza. Ada apa dengan nya hari ini? Berubah baik dan sikapnya aneh sekali

“ya iya lah.. masa ngajak lo?!”

“ehem.. gue jadi nyamuk nih di sini!” ucap Steffy memainkan bola matanya

“haha.. sorry Steff. Masalah pribadi.” Kata Reza

“iye deh.. gue keluar” kata Steffy lalu beranjak keluar perpustakaan

“lo yakin nyokap lo ga bakal uring2an kalo lo ngajak Bisma?” tanya Reza

“iya sih.. tapi ga selamanya gue biarin perjodohan ini terjadi. Kalo gue biarin, ga bakal selesai. Gue harus nunjukin ke nyokap kalo pilihan gue ini bener!” kataku mengebu gebu

“jadi?” tanya Reza

“jadi.. gue mau makan sekarang! Laper! Haha..” kata ku sambil mengelus perut dan keluar dari perpustakaan

“eh..eh..!! kemana lo??” ujar Reza memekik
“ya lo pikir aja sendiri. Kalo orang laper tujuan nya kemana?!” kataku
“Steff, ke kantin yuk!” ajakku setelah melihat Steffy melihat ke dalam jendela perpus
“Gi! lo dijodohin sama Reza? Wah.. parah lo ga cerita sama gue!” kata Steffy
“lo nguping?” kataku mendesak
“hehe.. nggak, Cuma ga sengaja denger” kata Steffy cengengesan
“sama aja dodol!! Ya udah yuk ke kantin” ajakku sekali lagi

“eh.. ceritain dulu dong”

“udah.. nanti di kantin aja” kataku menarik lengannya

Reza POV

Aku berjalan menuju perpustakaan, mencari tugas yg diberikan kepadaku seorang. Ini akibat dari ulah Gigi 2 hari yg lalu. Anak itu benar2 sudah membuatku frustasi! Baru saja aku memikirkannya, kenapa wujudnya sudah ada di sampingku? Gadis ini kenapa selalu ada di mana2? dan mengapa setiap aku bertemu gadis ini selalu ada saja yg ia perbuat..

“hhaa.. haa..hhatchiiii!!!!” apa ku bilang? Baru sedetik aku bersamanya, aku sudah terkena semburan mulutnya. Satu pertanyaan muncul. Kenapa dia ada di sini dan membawa buku2 sebanyak itu?

“ini nih.. semua ulah Gi...” mendengarnya aku terkekeh pelan. Gigi mendekap mulut Steffy kasar. Sudah kuduga dia berulah lagi. Tapi anehnya aku tidak mengomelinya malah justru bertanya hal bodoh yg tak kusangka akan kutanyakan

“Oh iya. Nanti malem lo ada acara ga?” semoga Gigi tak berpikir yg tidak tidak

“kenapa? Lo mau ngajak gue kencan? Udah mulai suka sama gue?” aku tercekat mendengarnya. Nafasku terhenti di tenggorokan. Kenapa.. kenapa dia bicara seperti itu? Apa dia tau apa yg kurasakan? Reza!! Apa ini??!! Tidak..tidakk.. aku tidak merasakan apa2 terhadapnya! Ya.. memang begitu..

“hahah.. becanda kali.. mm.. nanti malem? Ga bisa, gue ada acara sama nyokap. Sebenernya gue juga males sih.. tapi gue bakal ngajak Bisma” hhhh... ternyata dia hanya bergurau. Tapi.. tapi apa yg ia katakan tadi? Mengajak Bisma? Ke acara ibunya? Kenapa bukan aku? Reza!! Jangan memulainya!! Kenapa harus aku? Biarkan saja, toh dia pacarnya, bukan aku... tapi.. tapi kenapa setiap menyadari kenyataan itu, kenyataan bahwa Gigi adalah pacar Bisma, dadaku sesak, tak bisa bernafas.

“Za!!” pekik Gigi membuyarkan lamunanku. Aku terus meyakinkan nya apa dia masih tetap mengajak Bisma jika ibunya uring2an nantinya? Entahlah.. sepertinya dia tetap bersikeras. Baiklah, jika itu memang maunya

Reza POV End

#‎Kantin

“ooo gitu”gumam Steffy setelah mendengar semua yg kuceritakan

“ngeselin banget kan!”

“trus, Reza jadian gitu sama kakak lo?” tanya Steffy

“Ishhh...” desahku menoyor kepala anak yg satu ini

“ih.. apaan sih Gi!!” protesnya

“kan gue udah bilang. Cuma pura2 aja”

“ooo.. eh udahan yuk.. balik ke kelas.. kalo ada yg liat kita di sini. Lagian jam nya udah selesai. Abis ini jamnya pak Bagyo. Kalo lo ga ada, mampus lo” ujar Steffy

“ya udah.. masuk yuk!” ajakku
S
K
I
P
“Bis, lo bisa jemput gue sekarang?” kataku pada Bisma di ujung sana

“mm.. bisa bisa. Lo dimana?”

“gue di rumah”

“ga papa nih gue jemput nya di rumah lo?”

“ya ga papa lah.. emang dimana lagi?”

“tapi nanti nyokap lo....”

“udah.. ga apa2. Nyokap gue ga ada di rumah. Lagi prepare buat acara nanti malem.”

“emang nanti malem ada acara apa?”

“nanti aja deh gue ceritanya.. lo jemput gue dulu”

“iya iya udah gue kesana sekarang”

“oke, gue tunggu” ujarku lalu menutup flap telepon. Tak lama kemudian, suara mobil berhenti di depan rumah dan saat itu juga aku mendengar suara Bisma meneriakkan namaku. Aku segera berlari menuju pintu depan.

“hai.. Gi! kita mau kemana?” Tuhan.. kenapa hanya melihat wajahnya saja bisa mengangkat semua beban yg ada di hidupku, memberi semangat dan rasa lelah ini seakan menguap dari tubuhku. Mungkin ini yg dinamakan ‘The Power Of Love’

“Gi...” panggilnya halus

“hah? mm.. kita jalan dulu aja deh” kataku

"tunggu. suara lo kenapa? lo masih flu?"

"iya!! obat lo manjurnya di depan doang. kesininya kumat lagi kaya yg punya!!" ujarku dengan nada cukup tinggi

"yee!! kok nyolot sih! masih untung gue kasih obat, kalo nggak, waktu itu lo ga bakal bisa pulang dalam keadaan cukup waras!!"

"biarin!! ih.. udah ah! cabut! keburu malem nih!" kataku

#‎Mobil
“jadi kita mau kemana?” kata Bisma sudah mulai jengkel, karena sedari tadi kami hanya berputar2 di pusat kota

“hhh.. kita mau cari kado” jawabku

“Astaga Gigi.. kenapa ga bilang dari tadi sih? Kita kan bisa ke toko pernak pernik di ujung jalan. Kita tadi udah lewatin tempat itu 4 kali! Mau abisin bensin gue dulu?” kata Bisma

“hah? masa sih? perasaan baru 3 kali..” ujarku polos

“aduh.. maka dari itu. Kita udah muter2 di sini lebih dari satu setengah jam. Ayo dong Sayang..” kata Bisma menyentuh puncak kepalaku. Sejak kapan dia seromantis ini? Dan sejak kapan dia memanggilku sayang?

“ya udah kita ke sana” kataku. Setelah sampai di sana, aku terkejut. Kenapa isinya punya anak muda semua? Aku melirik Bisma dengan kesal. Hh.. anak itu kenapa malah memasang wajah bangganya?

“Bisma!! Kenapa lo ngajak gue kesini??!! Lo kira gue mau kasih kado emak2 umur 17 tahun? Gila ini isinya udah pink pink semua!!” kataku kesal

“lhah? Emang mau ngado siapa?” tanya Bisma polos

“nyokap gue odong!!” kataku

“hah? abis lo nggak bilang sih!!” elaknya

“ya gue pikir toko nya ga se spesifik ini. Gue kita toko pernak pernik yg universal, ga buat abg umur 17 keatas! Sarap lo!!” kataku

“haha.. ya udah! Trus lo mau cari kado yg kaya gimana?” tanya Bisma
“belom tau!” kataku ringan


bersambung..

*haahahahaha mamang Bisma ada2 aja yah, masa iya buat mama sikasih yg berbau bau pink, emangnya anak abg apa?? hihihi
*Wahhh apa yah kira-kira kado yang bakal dikasi GiChi ke nyokapnya? emmmmm ada yang bisa jwab?? hihihihi

*Jangan lupa Kasi saran yah...
Kalau gk bisa diblog ini, kasi saran lewat twitter aja yah,
Caranya sukup mention SARAN kamu ke @PrincessCigi *iklannnlagiiii
Okeee  see you babayyyyy.... 
okee dehh see yuu Next Part.. :*
Sekian dan terima kasih *kedip

Tidak ada komentar: